Selasa, 20 Juli 2010

Sopir Angkot

Angkot adalah transportasi yang saya gunakan setiap hari untuk berangkat kerja, atau bepergian ke mana saja. Tanpa angkot, saya tidak bisa melakukan kegiatan saya, kecuali saya harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk membayar taksi ke mana pun saya pergi. Bisa bangkrut saya..hehe. Biasayna saya sangat menikmati bepergian dengan angkot, selain murah juga asik banget. Santai. Di angkot biasanya saya sambil baca. Kalau lagi untung, maksudnya, angkotnya berjalan sangat lancar dan nyaman, saya bisa berdoa, loh. Itu benar, loh.
Namun sore itu, seperti biasa, saya harus menunggu angkot di pertigaan jalan dekat kantor saya. Hmm, akhirnya saya dapat memberhentikan angkot itu. Ketika saya sudah berada di angkot, saya kaget sekali karena sopir angkot yang mengendarai angkot itu orang yang hobinya ngebut. Gimana ga ngebut? Saya baru duduk, sudah mau jatuh karena sangat cepatnya angkot berjalan. Berkali- kali saya tegur sang sopir angkot, tapi dia tetap cool aja. Tidak menggubris saya. Saya berfikir untuk turun dari angkot itu dan menunggu angkot yang lain, tapi saya mengurungkan niat saya.
Saya kemudian berpikir untuk memahami situasi. Saya mengandaikan diri saya adalah sopir angkot itu. Mungkin dia ingin mengejar setoran, jadi harus pakai acara ngebut. Atau mungkin juga dia sedang stress karena banyaknya masalah yang dia hadapi. Jadi pelariannya adalah ngebut-ngebutan deh waktu nyopir. Siapa tahu?? Ketika saya berusaha berfikir sambil sesekali melihat ke arah sang sopir.
Saya saja seringkali kalau lagi banyak masalah, saya memarahi anggota keluarga saya. Maksudnya, masalah yang saya hadapi saya lampiaskan kepada anggota-anggota keluarga saya di rumah. Itu kan tidak adil. Saya mulai memahami apa yang dialami oleh sopir angkot itu. Memang kadang tidak mudah untuk menyelesaikan suatu masalah. Apalagi mungkn masalah itu sangat berat. Sepertinya sulit sekali untuk menanggungnya. Terus, kepada siapa masalah itu harus dilampiaskan? Kepada siapa? Ya, saya belajar untuk memahami, mengerti dan, memaklumi sang sopir itu.
Kesimpulan saya adalah semua profesi itu punya stress atau masalahnya masing-masing. Hanya bagaimana dia menangani itu. Berarti, setiap profesi, apa pun itu harus punya cara yang efektif untuk memanage stressnya. Yeah, kalau begitu jadi maklum deh sama sopir angkot itu. Tadinya sih mau marah. Setelah evaluasi diri, mungkin saya lebih parah dari sopir angkot itu kalau lagi stress. Hmm, saya jadi geli sama diri saya sendiri kalau membandingkan saya dengan sopir angkot itu. Memang tak ada pofesi yang bisa luput dari stress. hahahahaha

Tidak ada komentar: